Peran UKM Terhadap Perekonomian Indonesia
Sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki
peran penting dalam mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Dengan adanya
sektor UKM, pengangguran akibat angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia
kerja menjadi berkurang. Sektor UKM pun telah terbukti menjadi pilar
perekonomian yang tangguh. Usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM) merupakan pelaku bisnis yang bergerak pada berbagai
bidang usaha, yang menyentuh kepentingan masyarakat. Berdasarkan data BPS
(2014), populasi usaha kecil dan menengah (UKM) jumlahnya mencapai 42,5 juta
unit atau 99,9 persen dari keseluruhan pelaku bisnis di tanah air. UKM
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, yaitu
sebesar 99,6 persen. Semenrtara itu, kontribusi UKM terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) sebesar 56,7 persen.
Salah satu upaya
peningkatan dan pengembangan UKM dalam perekonomian nasional dilakukan dengan
mendorong pemberian kredit modal usaha kepada UKM.
1.
Pengertian
UKM
Di indonesia sedikitnya terdapat tiga
pengertian Usaha Kecil dan Menengah (UKM), sebagai berikut:
1.
Menurut
BPS, suatu usaha yang dijalankan oleh kurang dari 4 tenaga kerja disebut
industri rumah tangga, kemudian jika usaha dijalankan oleh 5-19 pekerja
digolongkan kepada industri kecil dan jika usaha dijalankan oleh 20 - 99
pekerja digolongkan industri menengah.
2.
Menurut
kementrian industri dan perdagangan, usaha yng mempunyai nilai aset (tidak
termasuk tanah dan bangunan ) dengan aset kurang dari 200 juta rupiah disebut
industri kecil, sedangkan suatu usaha yang memiliki aset antara 200 juta - 5
milyar rupiah tergolong usaha kecil dan menengah.
3.
Menurut
undang - undang industri kecil tahun 1995 kementrian usaha kecil dan menengah
serta bank indonesia, usaha berskala kecil adalah usaha yang mempunyai modal
kurang dari 200 juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan) atau memiliki
penjualan kurang dari 1 milyar rupiah per tahun (pustaka unpad.c.id)symposium
kebudayaan indonesia – Malaysia , wawan setiwan : 2007)
4.
Biro
pusat statistik indonesia (BPS) 1988 mendefinisikan usaha kecil dengan ukuran
tenaga kerja, yaitu 5 sampai dengan 19 orang yang termasuk pekerja kasar yang
dibayar pekerja pemilik dan pekerja keluarga. Perusahaan industri yang memiliki
tenaga kerja urang dari 5 orang diklasifikasikan sebagai industri rumah tangga
(home industri). Berbeda dengan klasifikasi yang dikemukakakn oleh Stanley dan
Morse, bahwa industri yang menyerap tenaga kerja 1-9 orang termasuk industri
kerajinan rumah tangga. Industri kecil menyerap 10-49 orang , industri sedang
menyerap 50-59 orang dan industri besar menyerap tenaga kerja 100 orang
lebih(Suryana, 2001:84).
2.
Kriteria
Usaha Kecil dan Menengah
Dalam undang - undang N0.9
/ 1995 pasal 5 tentang usaha kecil disebutkan beberapa kriteria usaha kecil dan
menengah antara lain: memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000
(dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha : atau
memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1000.000.000(satu milyar),
(Suryana 2001:84).
Menurut suhardjono (2003 :
53), kriteria usaha kecil sesuai dengan ketentuan Undang - Undang Nomor 9 tahun
1995 dan surat edaran bank indonesia No. 3/9/Bkr tahun 2001 adalah sebagai
berikut :
1.
Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2.
Memiliki hasil penjualan bersih tahunan paling banyak Rp
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)
3.
Milik warga negara indonesia
4.
Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak
langsung dengan usaha menengah dan besar.
5.
Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbdan
hukum atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi.
Komisi untuk perkembangan
ekonomi (Community For Econommic
Development) C.E.D mengemukakan kriteria usaha kecil yaitu manajemen
berdiri sendiri, manajer adalah pemilik modal disediakan oleh pemilik atau
sekelompok kecil, daerah operasi bersifat lokal; ukuran dalam keseluruhan
relatif kecil(Suryana, 2001 : 84).
Menurut KADIN dan asosiasi
serta himpunnan pengusaha kecil, juga kriteria dari bank inonesia, maka yang
termasuk katagori usaha kecil adalah:
a.
Usaha Perdagangan
Keagenan, pengecer,
ekspor/impor dan lain - lain dengan modal aktif perusahaan (MAP) tidak melebihi
150.000.000/tahun dan capital turn over (CTO) atau perputanan modal
tidak melebihi Rp. 600.000,-
b.
Usaha Pertanian
Pertanian maupun
perkebunan, perikanan darat / laut peternakan dan usaha lain yang termasuk
lingkup pengawasan departemen pertanian. ketentuan MAP dan CTO seperti usaha
perdagangan diatas.
c.
Usaha industri
Industri logam/kimia ,
makanan/ minuman , pertambangan , bahan galian serta aneka industri kecil
lainnya dengan batas MAP = Rp 250.000.000,- serta batas CTO = Rp 1000.000.000,-
d.
Usaha jasa
Menjual tenaga pelayanan
bagi pihak ketiga, konsultan, perencana, perbengkelan, transportasi serta
restoran dan lainnya dengan batas MAP dan CTO seperti usaha perdagangan dna
pertanisan diatas.
e.
Usaha jasa kontruksi
Kontraktor bangunan , jalan
kelistrikan, jembatan pengairan dan usaha - usaha lain yang berkaitan dengan
teknik konstruksi bangunan, dengan batas MAP dan CTO seperti usaha industri.
Dari masing - masing jenis
usaha diatas batas jumlah tenaga perusahaan tidak lebih dari 300 orang oleh
perorangan yang merangkap sebagai pemilik sealigus pengelola perusahaan, serta
memanafaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya(Subanar, 2001
:2). Kedua rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga - lembaga kredit
formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal
sendiri atau sumber - sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang
perantara, bahkan rentenir. Ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandai dengan
belum dipunyainya status badan hukum.
Keempat dilihat menurut
golongan industri tampak bahwa hampir sepertiga bagian dari industri kecil
bergerak pada kelompok industri makanan
minuman dan tembakau, diikuti oleh kelompok industri barang galian bukan
logam, perabotan rumah tangga, masing - masing berkisar antara 21 persen hingga
22 persen dari seluruh industri kecil yang ada. Sedangkan yang bergerak pada
kelompok industri kertas dan kimia relatif masih sangat sedikit yaitu kurang
dari satu persen (Suhardono, 200: 33)
3.
Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil dan Menengah
Menurut Suryana (2001: 85-
86) usaha kecil memiliki kekuatan dan kelemahan tersendiri. Beberapa kekuatan
usaha kecil antara lain:
1.
Memiliki kebebasan untuk bretindak
Bila ada perubahan misalnya
perubahan produk baru, teknologi baru dan perubahan mesin baru usaha kecil bisa
bertindak dengan cepat untuk menyesuaikan dengan kedaan yang berubah tersebut.
Sedangkan pada perusahaan besar tindakan tersebut sudah dilakukan.
2. Feleksibel
Perusahaan kecil dapat
menyesuaikan dengan kebutuhan setempat. Bahan baku, tenaga kerja dan pemasaran
produk usaha kecil pada umumnya menggunakan sumber - sumber setempat yang
bersifat lokal.
3. Tidak mudah goncang
Karena bahan baku
kebanyakan lokal dan sumber daya lainnya bersifat lokal, maka perusahaan kecil
tidak rentan terhadap fluktuasi bahan baku impor
Sedangkan kelemahan perusahaan kecil dapat dikategorikan kedalam dua aspek antara lain :
1.
Aspek kelemahan struktural, yaitu kelelmahan dalam strukturnya,
misalnya kelemahan dalam bidang manajemen dan organisasi kelemahan dalam
pengendalian mutu kelemahan dalam mengadopsi dan penguasaan teknologi,
kesulitan mencari permodalan tenaga kerja masih lokal dan terbatasnya akses
pasar.
2.
Kelemahan kultural, mengakibatkan kelemahan struktural, kurangnya
akses informasi dan lemahnya berbagai persyaratan lain guna memperoleh akses
permodalan, pemasaran dan bahan baku seperti informasi peluang dan cara
memasarkan produk informasi untuk mendapatkan bahan baku murah dan mudah
didapat informasi untuk memperoleh fasilitas dan bantuan pengusaha besar dalam
menjalin hubungan kemitraan untuk memperoleh bantuan permodalan dan pemasaran
informasi tentang tata cara pengembangan produk baik desain, kualitas maupun
kemasannya, serta informasi untuk menambah sumber permodalan dengan persyaratan
yang terjangkau.
Peranan UKM dalam Pertumbuhan Ekonomi
dan Kesempatan Kerja
Peranan UKM terlihat cukup jelas pasca krisis ekonomi,
yang dapat dilihat dari besaran pertambahan nilai PDB, pada periode 1998–2002
yang relatif netral dari intervensi pemerintah dalam pengembangan sektor-sektor
perekonmian karena kemampuan pemerintah yang relatif terbatas, sektor yang
menunjukkan pertambahan PDB terbesar berasal dari industri kecil, kemudian
diikuti industri menengah dan besar. Hal ini mengindikasikan bahwa UKM mampu
dan berpotensi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi pada masa akan datang.
Dari aspek penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian
secara absolut memiliki kontribusi lebih besar dari pada sektor pertambangan,
sektor industri pengolahan dan sektor industri jasa. Arah perkembangan ekonomi
seperti ini akan menimbulkan kesenjangan pendapatan yang semakin mendalam
antara sektor yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan menyerap
tenaga kerja lebih sedikit.
Pembangunan ekonomi hendaknya diarahkan pada sektor
yang memberikan kontribusi terhadap output perekonomian yang tinggi dan
penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Adapun sektor yang dimaksud
adalah sektor industri pengolahan, dengan tingkat pertambahan output bruto
sebesar 360,19% dan tingkat penyerapan tenaga kerja sebesar 23,21% lebih besar
daripada sektor pertanian, pertambangan dan jasa. Berdasarkan skala, UKM
memiliki kontribusi terhadap pertambahan output bruto dan penyerapan tenaga
kerja yang lebih besar daripada Usaha Besar.
Peranan UKM dalam penyerapan tenaga kerja yang lebih
besar dari usaha besar juga terlihat selama periode 2010–2013. UKM memberikan
kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja rata-rata sebesar 96,66% terhadap
total keseluruhan tenaga kerja nasional, sedangkan usaha besar hanya memberikan
kontribusi rata-rata 3,32% terhadap tenaga kerja nasional. Tinggi kemampuan UKM
dalam menciptakan kesempatan kerja dibanding usaha besar mengindikasikan bahwa
UKM memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan dan dapat berfungsi
sebagai katub pengaman permasalahan tenaga kerja (pengangguran).
Peranan UKM dalam Pemerataan Pendapatan
Peranan UKM yang tak kalah pentingnya dengan upaya
mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja yang tinggi
adalah peranan dalam upaya mewujudkan pemerataan pendapatan. Dalam rangka
meningkatkan peran UKM di Indonesia berbagai kebijakan dari aspek makroekonomi
perlu diterapkan. Dengan memberikan stimulus ekonomi yang lebih besar kepada industri
ini akan memberikan dampak yang besar dan luas terhadap pertumbuhan ekonomi,
kesempatan kerja dan distribusi pendapatan yang lebih merata di Indonesia.
Dengan stimulus yang dimaskud dapat berupa memberikan dana kepada UKM melalui
investasi pemerintah dan investasi swasta domestik maupun investasi luar
negeri. Perlu komitmen yang kuat dalam bentuk peraturan pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mengalokasikan sebagian besar
dana APBD maupun APBN untuk diinvestasikan dalam usaha produktif UKM. Sementara
itu, untuk menciptakan dan mendorong berbagai pihak swasta maupun swasta asing
menginvestasikan dananya pada UKM perlu diberikan berbagai kemudahan dalam
bentuk penyediaan database, penyediaan infrastruktur, kemudahan sistem administrasi
birokrasi, dan kemudahan pajak. Pemanfaatan dana pinjaman luar negeri dalam
bentuk loan bagi pengembangan UKM juga dapat dilakukan, disamping mengerahkan
bantuan (hibah) luar negeri untuk memperkuat dan meningkatkan peran UKM.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan pinjaman modal berupa kredit berbunga rendah. Untuk pelaksanaanya
melibatkan pihak perbankan, khususnya perbankan milik pemerintah. Upaya ini
dilakukan untuk meningkatkan aksesbilitas para pelaku UKM terhadap modal yang
selama ini relatif terbatas. Diperlukan pula ketegasaan dari pemerintah dalam
bentuk peraturan perundangan ataupun peraturan pemerintah (PP) untuk mendorong
pihak perbankan melakukan tugasnya dengan sungguh sungguh dan penuh tanggung
jawab.
Peran UKM dalam Penciptaan Devisa Negara
UKM juga berkontribusi terhadap penerimaan ekspor,
walaupun kontribusi UKM jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan kontribusi
usaha besar. Pada tahun 2005 nilai ekspor usaha kecil mencapai 27.700 milyar
dan menciptakan peranan sebesar 4,86 persen terhadap total ekspor. Padahal pada
tahun 2002 nilai ekspor skala usaha yang sama sebesar 20.496 milyar dan
menciptakan peranan sebesar 5,13% terhadap total ekspor. Artinya terjadi
peningkatan pada nilai walaupun peranan ekspor pada usaha kecil sedikit
mengalami penurunan. Untuk usaha menengah, nilai ekspor juga meningkat dari
66,821 milyar di tahun 2002 (16,74%) naik menjadi 81.429 milyar dengan peranan
yang mengalami penurunan yaitu sebesar 14,30% ditahun 2005.
Berdasarkan distribusi pendapatan ekspor menurut skala
usaha, maka periode 2003-2005 sektor penggerak ekspor terbesar secara total
adalah industri pengolahan, dan penyumbang ekspor terkecil adalah sektor
pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. Khusus pada usaha kecil,
penyumbang terbesar ekspor nonmigas adalah sektor industri pengolahan yang
diikuti oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan dan terakhir
adalah sektor pertambangan dan penggalian. Sedangkan untuk usaha menengah
sumbangan terbesar terhadap ekspor adalah sektor industri pengolahan. (MENEKOP
DAN UMKM dan BPS, 2005).
Berikut akan saya sajikan data yang menunjukkan
perkembangan ekspor non migas berdasarkan skala usaha tahun 2002 – 2005:
Table 1.1 perkembangan Ekspor Non Migas Menurut Skala
Usaha Tahun 2002 – 2005
Nilai (Milyar RP)
|
|||||||
Tahun
|
UK
|
UM
|
UKM
|
UB
|
Total
|
||
2002
|
20,496
(5,13)
|
66,821
(16.74)
|
87,290
(21.87)
|
311,916
(78.13)
|
399,206
(100,00)
|
||
2003
|
19,941
(5,21)
|
57,156
(14.94)
|
77,097
(20.15)
|
305,437
(79.85)
|
382,534
(100,00)
|
||
2004
|
24,408
(5,18)
|
71,140
(15.11)
|
95,548
(20.30)
|
375,242
(79.70)
|
470,790
(100,00)
|
||
2005
|
27,700
(4,86)
|
81,429
(14.30)
|
109,129
(19.16)
|
460,460
(80.84)
|
569,588
(100,00)
|
||
Sumber: MENEKOP DAN UMKM dan BPS, 2005
Keterangan:
( ) :
Persentase terhadap total
UK : Usaha Kecil
UM : Usaha Menengah
UKM : Usaha Kecil Menengah
UB : Usaha Besar
Jumlah Perkembangan UKM di Indonesia
Jumlah
UKM Binaan di Indonesia terus mengalami peningkatan disetiap tahunnya. Mulai
dari 2011-2015 selalu mengalami peningkatan yang signifikan.
Daftar
Putaka
Subanar, Harimurti. 2001. Manajemen Usaha Kecil. Yogyakarta : BPFE
Suhardjono. 2003. Manajemen Perkreditan Usaha Kecil Dan Menengah. Yogyakarta.: BPFE
http://hisyamjayuz.blogspot.co.id/2013/05/peran-ukm-terhadap-pertumbuhan-ekonomi.html
diakses tanggal 5 Mei 2016 Pukul 20.00 WIB